MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam melaksanakan pembangunan seperti digariskan dalam Repelita III, diperlukan partisipasi seluruh masyarakat termasuk badan-badan usaha; b. bahwa perlu diciptakan suatu iklim yang sehat bagi dunia usaha berupa penetapan pajak yang lebih obyektif dan wajar dengan adanya ketertiban dan keterbukaan administrasi badan-badan usaha; c. bahwa hasil pemeriksaan Akuntan Publik dijadikan ukuran bagi ketertiban dan keterbukaan administrasi badan usaha; d. bahwa kepada badan-badan usaha yang memiliki administrasi yang tertib dan terbuka diberikan keringanan-keringanan perpajakan tertentu. Mengingat : 1. Ordonansi Pajak Perseroan 1925 sebagaimana telah diubah dan ditambah, terakhir dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1970; 2. Undang-Undang No. 34 Tahun 1954 tentang Pemakaian Gelar Akuntan; 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 59/M Tahun 1978 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan III; 4. Instruksi Presiden Republik Indonesia No. 6 Tahun 1979 tentang Kebijaksanaan Perpajakan. MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGGUNAAN LAPORAN PEMERIKSAAN AKUNTAN PUBLIK UNTUK MEMPEROLEH KERINGANAN DALAM PENETAPAN PAJAK PERSEROAN. KETENTUAN UMUM Pasal 1 Yang dimaksud dengan badan usaha dalam Keputusan ini ialah badan usaha wajib pajak Pajak Perseroan yang: a. Memiliki sistim akuntansi yang sesuai dengan Prinsip-Prinsip Akuntansi Indonesia yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia; b. Setiap akhir tahun buku menerbitkan Laporan Keuangan yang terdiri dari Neraca, Perhitungan Rugi/Laba, beserta penjelasannya yang dapat menghindarkan penafsiran yang menyesatkan sesuai dengan Lampiran I Keputusan ini; c. Laporan Keuangannya diperiksa oleh Akuntan Publik sesuai dengan syarat penugasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 huruf d. Pasal 2 Yang dimaksud dengan Akuntan Publik dalam Keputusan ini ialah Akuntan Publik yang: a. Mempunyai izin yang syah untuk melakukan pekerjaan sebagai Akuntan Publik; b. Setiap anggota pimpinan dan pegawai suatu Kantor Akuntan Publik atau keluarga dari pimpinan dan pegawainya tidak mempunyai hubungan kerja atau hubungan keuangan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan badan usaha atau afiliasinya yang akan diperiksanya; c. Melakukan pemeriksaan Akuntan sesuai dengan Norma-Norma Pemeriksaan Akuntan dan Kode Etik yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia; d. Mematuhi Syarat-syarat Penugasan Akuntan Publik untuk melakukan pemeriksaan pada badan usaha wajib pajak Pajak Perseroan, sesuai dengan Lampiran II Keputusan ini. DASAR PENGENAAN PAJAK PERSEROAN Pasal 3 (1) Laporan Keuangan yang telah diperiksa oleh Akuntan Publik harus disampaikan kepada Kepala Inspeksi Pajak dalam waktu selambat-lambatnya 12 bulan sesudah akhir tahun buku. (2) Laporan Keuangan badan usaha yang diperiksa oleh Akuntan Publik digunakan sebagai dasar untuk memperoleh keringanan dalam penetapan Pajak Perseroan apabila Laporan Pemeriksaan: a. Memuat pernyataan pendapat wajar tanpa syarat (unqualified opinion); b. Memuat pernyataan pendapat wajar dengan syarat (qualified opinion) dengan ketentuan bahwa pengaruh kwalifikasi tersebut terhadap rugi/laba badan usaha dicantumkan secara tegas. Pasal 4 Pernyataan pendapat wajar tanpa syarat adalah pernyataan pendapat Akuntan Publik dalam Laporan Pemeriksaan bentuk panjang (long form report) yang menyatakan bahwa: a. Pemeriksaan telah dilakukan sesuai dengan Norma-norma Pemeriksaan Akuntan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia tanpa pembatasan luas (scope) pemeriksaan; b. Neraca badan usaha telah memberikan gambaran secara wajar mengenai keadaan keuangan pada akhir tahun buku; c. Perhitungan Rugi/Laba telah memberikan gambaran secara wajar mengenai hasil usaha selama tahun buku; d. Laporan Keuangan telah disusun sesuai dengan Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia termasuk syarat-syarat mengenai pengungkapan (diclosure) yang dapat menghindarkan penafsiran yang menyesatkan; e. Laporan Keuangan telah disusun secara konsisten sesuai dengan tahun sebelumnya. Pasal 5 (1) Kepala Inspeksi Pajak harus menerima baik Laporan Keuangan tersebut pada pasal 3 ayat (2) sepanjang mengenai fakta-fakta yang diuraikan di dalamnya, dengan ketentuan: a. Terhadap Laporan Pemeriksaan yang diberi pernyataan pendapat wajar tanpa syarat, Kepala Inspeksi Pajak dapat melaksanakan koreksi fiskal terbatas kepada hal-hal yang secara yuridis fiskal harus dikoreksi berdasarkan peraturan perundangan perpajakan; b. Terhadap Laporan Pemeriksaan yang diberi pernyataan pendapat wajar dengan syarat, di samping koreksi yang disebut dalam huruf a di atas, Kepala Inspeksi Pajak dapat melakukan koreksi terhadap hal-hal yang menjadi kwalifikasi sepanjang dianggap perlu. (2) Sebelum ketetapan pajak dikeluarkan, Kepala Inspeksi Pajak memberitahukan secara tertulis tentang koreksi fiskal yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini kepada badan usaha dengan tindasan kepada Akuntan Publik yang bersangkutan. (3) Dalam hal badan usaha berbeda pendapat mengenai koreksi fiskal yang diberitahukan kepadanya, maka badan usaha tersebut dapat mengajukan persoalannya kepada Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah diterimanya pemberitahuan tersebut pada ayat (2) pasal ini. (4) Selama persoalan tersebut belum diputuskan oleh Direktur Jenderal Pajak, Kepala Inspeksi Pajak yang bersangkutan menunda penetapan pajaknya. SANKSI-SANKSI Pasal 6 Akuntan Publik yang membuat Laporan Pemeriksaan dan laporan lainnya yang tidak benar atau menyembunyikan keterangan yang penting atau yang menyesatkan dan merugikan perpajakan, serta tidak menaati ketentuan-ketentuan yang diatur dalam norma-norma Pemeriksaan Akuntan dan Kode Etik yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, dikenakan sanksi dilarang menjalankan praktek baik untuk sementara waktu maupun untuk selama-lamanya. Pasal 7 Penelitian terhadap hal termaksud dalam pasal 6 beserta bentuk sanksinya yang dikenakan kepada Akuntan Publik yang bersangkutan diatur oleh Direktur Jenderal Pajak bersama-sama dengan Direktur Jenderal Pengawasan Keuangan Negara. KETETAPAN PERALIHAN Pasal 8 Bagi badan usaha yang mulai tahun buku 1979 menaati ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 1, pengungkapan fakta-fakta baru yang dilakukan dalam rangka penaatan ketentuan-ketentuan tersebut tidak dijadikan dasar bagi penerbitan suatu ketetapan pajak tagihan kemudian, untuk tahun buku 1978 dan sebelumnya. KETENTUAN PENUTUP Pasal 9 (1) Hal-hal yang belum diatur dalam Surat Keputusan ini sepanjang menyangkut masalah pemeriksaan oleh Akuntan Publik akan ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak bersama-sama dengan Direktur Jenderal Pengawasan Keuangan Negara. (2) Direktur Jenderal Pajak diberi wewenang untuk mengatur pelaksanaan Keputusan ini sepanjang menyangkut masalah pengenaan Pajak. Pasal 10 Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan untuk pertama kalinya diberlakukan terhadap Laporan Keuangan tahun buku 1979. Agar setiap orang mengetahuinya Keputusan ini dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di : Jakarta pada tanggal : 27 Maret 1979 MENTERI KEUANGAN, ttd ALI WARDHANA --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- PENJELASAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 108/KMK.07/1979 TENTANG PENGGUNAAN LAPORAN PEMERIKSAAN AKUNTAN PUBLIK UNTUK MEMPEROLEH KERINGANAN DALAM PENETAPAN PAJAK PERSEROAN I. UMUM: Dalam perkembangan dunia usaha di Indonesia peranan Akuntan Publik telah semakin dikenal dan dirasakan keperluannya, demikian juga untuk kepentingan penetapan Pajak Perseroan secara obyektif yang telah dirintis dengan diadakannya Pernyataan Bersama antara Direktur Jendral Pajak dan Ikatan Akuntan Indonesia pada tanggal 19 Mei 1973. Penggunaan jasa Akuntan Publik mempunyai peranan penting dalam meningkatkan ketertiban dan keterbukaan administrasi badan usaha oleh karena untuk dapat diperiksa oleh Akuntan Publik diperlukan adanya suatu administrasi yang tertib dan terbuka. Pemerintah berkepentingan agar badan usaha mempunyai administrasi yang tertib dan terbuka, karena dengan demikian pengetrapan ketentuan-ketentuan Ordonansi Pajak Perseroan 1925 akan dapat dilaksanakan secara lebih obyektif dan wajar. Karena itu Pemerintah memberikan fasilitas terhadap badan-badan usaha, yang mempunyai administrasi yang tertib dan terbuka dalam bentuk keringanan Pajak Perseroan dan pemutihan atas pajak-pajak yang lalu. Hasil pemeriksaan Akuntan Publik terhadap Laporan Keuangan badan usaha dapat dijadikan ukuran ketertiban dan keterbukaan dari administrasi badan usaha yang bersangkutan. Karena itu dalam Keputusan ini ditentukan bahwa keringanan Pajak Perseroan dan pemutihan pajak-pajak yang lalu dikaitkan dengan Laporan Pemeriksaan Akuntan Publik. II. Pasal demi Pasal Pasal 1 dan Pasal 2. Badan usaha dan Akuntan Publik yang dimaksud dalam Keputusan ini dibatasi kepada mereka yang benar-benar memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam kedua pasal ini. Dengan demikian hanya merekalah yang berhak atas perlakuan fiskal sebagaimana ditetapkan dalam pasal 5. Pasal 3 Ayat (1) Penetapan waktu 12 bulan sesudah akhir tahun buku dipandang cukup wajar, mengingat bahwa administrasi badan usaha yang tertib akan memperlancar penyusunan Laporan Keuangan dan memperlancar pula pemeriksaan oleh Akuntan Publik. Ayat (2) Pernyataan pendapat Akuntan Publik mengenai Laporan Keuangan badan usaha dapat berupa: a. wajar tanpa syarat (unqualified opinion), atau b. wajar dengan syarat (qualified opinion), atau c. penolakan pemberian pendapat (no opinion), atau d. tidak wajar (adverse opinion). Laporan Keuangan yang mendapat pernyataan pendapat Akuntan Publik "wajar tanpa syarat" akan digunakan sebagai dasar untuk memperoleh keringanan Pajak Perseroan dengan mendapat perlakuan fiskal seperti yang dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) huruf a. Laporan Keuangan yang mendapat pernyataan pendapat "wajar dengan syarat" juga akan digunakan sebagai dasar untuk memperoleh keringanan Pajak Perseroan, akan tetapi perlakuan fiskalnya adalah seperti yang dimaksud dalam pasal 5 ayat (1) huruf b, dengan ketentuan bahwa pengaruh kwalifikasi terhadap rugi/laba yang bersangkutan dicantumkan jumlahnya secara tegas di dalam Laporan Pemeriksaan Akuntan Publik. Apabila Akuntan Publik tidak mencantumkan secara tegas pengaruh kwalifikasi tersebut terhadap rugi/laba, maka Laporan Keuangan yang bersangkutan tidak dapat dijadikan dasar untuk memperoleh keringanan Pajak Perseroan. Pasal 4 Laporan Pemeriksaan bentuk panjang (long form report) dimaksudkan agar segala sesuatu, terutama hal-hal yang penting diterangkan dengan jelas. Pasal 5 Ayat (1) Apabila Laporan Keuangan mendapat pernyataan pendapat Akuntan Publik seperti yang dimaksud dalam pasal 3 ayat (2), maka Kepala Inspeksi Pajak harus menerima baik fakta-fakta yang dicantumkan di dalam Laporan Pemeriksaan Akuntan Publik yang bersangkutan. Kepala Inspeksi Pajak hanya akan mengadakan koreksi, terbatas kepada hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan perpajakan, misalnya: 1. Dalam dunia usaha dikenal 3 jenis cadangan, yaitu: a. Cadangan yang merupakan bagian daripada modal sendiri (equity). b. Cadangan yang merupakan koreksi terhadap nilai aktiva, seperti cadangan penghapusan aktiva tetap, cadangan kerugian piutang ragu-ragu, cadangan kerugian persediaan. c. Cadangan yang merupakan bagian daripada utang, seperti cadangan claim pada asuransi kerugian. Cadangan jenis a), bukan merupakan beban fiskal dan karenanya akan dikoreksi. Sedangkan cadangan jenis b) dan c) dapat diterima sebagai beban fiskal sepanjang berada dalam batas-batas yang wajar sesuai dengan adat kebiasaan pedagang yang baik (rumusannya akan ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jendral Pajak dan Direktur Jendral Pengawasan Keuangan Negara). 2. Penyusutan suatu aktiva-tetap yang sesuai dengan prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia akan diterima oleh Akuntan Publik. Akan tetapi bagi fiskus besarnya penyusutan harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang bersangkutan dari Menteri Keuangan (Keputusan tentang Penghapusan). 3. Prinsip-Prinsip Akuntansi Indonesia tidak membatasi jumlah pengeluaran badan usaha untuk keperluan sumbangan sosial, sedang menurut pasal 10 ayat (1) Ordonansi Pajak Perseroan 1925 dibatasi setinggi-tingginya 3% dari laba kena pajak dan hanya boleh diberikan kepada badan-badan sosial keagamaan, kebudayaan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan sebagainya sesuai ketentuan dari Menteri Keuangan. 4. Menurut Prinsip-Prinsip Akuntansi Indonesia pembayaran bunga atas pinjaman dari luar badan usaha merupakan beban perusahaan. Menurut ketentuan fiskal tidak semua pembayaran bunga merupakan beban fiskal. Bunga yang dibayarkan kepada yang memberi pinjaman yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan usaha yang bersangkutan bukan merupakan beban fiskal. Dianggap terdapat hubungan istimewa bila dipenuhi unsur: pertama: bahwa pihak pemberi pinjaman memiliki lebih dari 50% dari modal badan usaha yang bersangkutan, atau kedua: Apabila cara yang ditempuh oleh badan usaha untuk memperoleh pinjaman itu tidak lazim, baik menurut sifatnya maupun mengingat prosentasi bunga yang tidak wajar dilihat dari sudut adat kebiasaan pedagang yang baik. 5. Induk perusahaan diluar negeri memiliki sebagian besar dari saham anak perusahaan di Indonesia yang memproduksi dan memasarkan barang berdasarkan hak patent dari induk perusahaan. Selain dari itu juga sebagai supplier tunggal daripada bahan-baku untuk anak perusahaan tersebut. Dalam administrasi dan laporan keuangan tidak terdapat fakta bahwa telah dilakukan pengeluaran untuk pembayaran royalty dari anak perusahaan tersebut sebagaimana kelaziman yang berlaku dalam dunia usaha internasional. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi transaksi yang terselubung karena adanya hubungan istimewa (misalnya royalty itu terselubung dalam harga beli bahan baku dari induk perusahaan). Perpajakan dapat mengoreksi suatu jumlah yang wajar sebagai pengeluaran bagi induk perusahaan di luar negeri, dan atas jumlah tersebut terhutang Pajak atas Bunga, Dividen dan Royalty di Indonesia. Ayat (2) s/d Ayat (4) Ketentuan-ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya koreksi fiskal yang kurang beralasan. Pasal 6. Sanksi yang dimaksud tergantung kepada beratnya pelanggaran yang dibuat. Sehubungan dengan itu sanksi akan berkisar antara Surat Peringatan sampai kepada larangan praktek. Pasal 7. Cukup jelas. Pasal 8. Pemerintah menghendaki agar badan-badan usaha memiliki administrasi yang tertib dan terbuka serta memenuhi ketentuan-ketentuan Pasal 1 Keputusan ini. Tidak mustahil bahwa terdapat badan usaha yang untuk memenuhi pasal 1 Keputusan ini merasa terhambat oleh adanya hal-hal yang tadinya belum diungkapkan kepada perpajakan. Untuk mengatasi hambatan tersebut diadakan ketentuan peralihan ini yang memberikan kesempatan kepada badan usaha yang bersangkutan dalam administrasi tahun 1979 memutihkan fakta-fakta yang tadinya belum diungkapkan itu. Pasal 9. Perubahan dan/atau penambahan lampiran I dan lampiran II Keputusan ini merupakan masalah pemeriksaan oleh Akuntan Publik, karenanya dapat diatur bersama oleh Direktur Jendral Pajak bersama Direktur Jendral Pengawasan Keuangan Negara. Pasal 10. Cukup jelas.
Minggu, 27 Februari 2011
Syarat-syarat Laporan Keuangan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar