Minggu, 27 Februari 2011

Pengertian Laporan dan Pengertian Laporan Keuangan

A. Laporan Keuangan
1. Pengertian Laporan Keuangan
Laporan keuangan yang dihasilkan oleh pihak manajemen suatu perusahaan merupakan hasil akhir dari proses atau kegiatan-kegiatan akuntansi yang dilakukan perusahaan. Laporan keuangan dibuat untuk mempertanggungjawabkan kegiatan peusahaan terhadap pemilik dan memberi informasi mengenai posisi keuangan yang telah dicapai perusahaan. Laporan keuangan adalah suatu laporan tertulis yang merupakan bentuk pandangan secara wajar mengenai posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertangggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka (IAI, 2002).
Laporan keuangan melaporkan prestasi historis dari suatu perusahaan dan memberikan dasar, bersama dengan analisis bisnis dan ekonomi, untuk membuat proyeksi dan peramalan untuk masa depan (Weston dan Copeland, 1995 : 24). Financial Statement (laporan keuangan) merupakan suatu bentuk laporan bagi pemakai yang berisi segala informasi pencatatan dan pengikhtisaran transaksi (Warren, 2005 : 19). Menurut Harahap (2002 : 117) dalam Sandy Teguh Ariansyah (2006 : 9) yang dimaksud laporan keuangan adalah adalah suatu alat di mana informasi keuangan dikumpulkan dan diproses dalam akuntansi keuangan yang akhirnya dimasukkan dalam bentuk laporan dan dikomunikasikan secara periodik kepada pemakainya. Lebih lanjut menurut Gill dan Chatton (2003 : 2) laporan keuangan adalah sarana utama untuk membuat laporan informasi keuangan kepada orang-orang dalam perusahaan (manajemen dan para karyawan) dan kepada masyarakat diluar perusahaan (bank, investor, pemasok dan sebagainya).
Menurut Myer dalam bukunya “Financial Statement Analysis” yang diterjemahkan oleh Munawir (1995 : 5) laporan keuangan adalah “Dua daftar yang disusun oleh Akuntan pada akhir periode untuk suatu perusahaan. Kedua daftar itu adalah daftar neraca atau daftar posisi keuangan dan daftar rugi-laba. Pada waktu akhir-akhir ini sudah menjadi kebiasaan bagi perseroan-perseroan untuk menambahkan daftar ketiga yaitu daftar laba yang tak dibagikan (laba yang ditahan).” Melalui laporan keuangan itu, secara periodik dilaporkan informasi penting mengenai suatu perusahaan yang berupa :
a. Informasi mengenai sumber-sumber ekonomi, kewajiban dan modal perusahaan.
b. Informasi mengenai perubahan-perubahan dalam sumber-sumber ekonomi netto atau kekayaan bersih (modal = Aktiva dikurangi kewajiban), yang timbul dari aktivitas usaha perusahaan dalam rangka memperoleh laba.
c. Informasi mengenai hasil usaha perusahaan yang dapat dipakai sebagai dasar untuk menilai dan membuat estimasi tentang kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.
d. Informasi mengenai perubahan dalam sumber-sumber ekonomi dan kewajiban, yang disebabkan oleh aktivitas pembelanjaan dan investasi.
e. Informasi penting lainnya yang berhubungan dengan laporan keuangan, seperti kebijaksanaan akutansi yang dianut oleh perusahaan.
Ikatan Akuntansi Indonesia dalam Standar Akuntansi Keuangan tentang kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan paragraph 7 mengemukakan pengertian sebagai berikut :
a. Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan.
b. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya, sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan laporan keuangan adalah suatu media untuk menyajikan informasi yang telah dikumpulkan dan diolah dengan akuntansi keuangan yang kemudian disusun dalam bentuk laporan neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan serta laporan laba yang tidak dibagikan atau ditahan dimana nantinya akan dikomunikasikan secara periodik kepada pemakainya.
2. Tujuan Laporan Keuangan
Ikatan Akuntansi Indonesia dalam PSAK (Prosedur Standar Akuntansi Keuangan) paragraph 12 mengemukakan tujuan dari laporan keuangan adalah sebagai berikut : menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi (Sandy Teguh Ariansyah, 2006 : 10)
Tujuan dari laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi (IAI, 2002).
BAB 4 APB (Accounting Principle Board) statement No.4 mengklasifikasikan tujuan laporan keuangan sebagai berikut (Riahi dan Belkaoui, 2000 :126) :
a. Tujuan umum, yaitu menyajikan laporan posisi keuangan secara wajar sesuai prinsip akuntansi yang diterima umum.
b. Tujuan khusus, yaitu memberikan informasi tentang kekayaan, kewajiban, kekayaan bersih, proyeksi laba, perubahan kekayaan dan kewajiban serta informasi lainnya yang relevan.
c. Tujuan kualitatif, sebagai berikut :
1) Relevance : Memilih informasi yang benar-benar dapat membantu pemakai laporan dalam pengambilan keputusan.
2) Understanability : Informasi yang disajikan bukan saja inormasi yang penting tetapi mudah untuk dimengerti oleh pemakainya.
3) Variability : Hasil akuntansi itu harus dapat diperiksa oleh pihak lain.
4) Timeliness : Laporan akuntansi hanya bermanfaat untuk pengambilan keputusan apabila diserahkan pada saat yang tepat.
5) Comparability : Informasi akuntansi harus dapat dibandingkan, artinya akuntansi harus memiliki prinsip yang sama untuk semua perusahaan.
6) Completeness : Informasi yang dilaporkan harus mencakup semua kebutuhan layak bagi pemakai..
3. Pemakai Laporan Keuangan
Pemakai laporan keuangan meliputi investor sekarang, investor potensial, karayawan, pemberi pinjaman (kreditor), pemasok (supplier), pelanggan, pemerintah serta lembaga-lembaganya dan masyarakat. Mereka menggunakan untuk memenuhi kebutuhan yang berbeda.
Menurut (Harahap : 2002 :166) dalam Sandy Teguh Ariansyah (2006 : 12) pemakai laporan keuangan terdiri dari :
a. Pemakai langsung :
1) Pemilik Perusahaan
2) Kreditur
3) Pemasok
4) Manajemen
5) Fiskus (pajak)
6) Pegawai / Karyawan Perusahaan
7) Langganan
b. Pemakai tak langsung :
1) Konsultan
2) Para Pesaing
3) Masyarakat Umum

B. Bentuk-Bentuk Laporan Keuangan
Ada tiga laporan keuangan dasar yang biasa digunakan untuk menggambarkan kondisi keuangan dan kinerja perusahaan : neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas (Keown dkk., 2001 : 107).
Neraca menggambarkan mengenai aktiva, utang dan ekuitas para pemilik perusahaan untuk tanggal tertentu, sedangkan laporan laba rugi menggambarkan pendapatan bersih dari kegiatan operasi perusahaan selama periode tertentu. Laporan arus kas menggabungkan informasi dari neraca dan laporan laba rugi untuk menggambarkan sumber dan penggunaan kas selama periode tertentu dalam sejarah hidup perusahaan.
1. Neraca
Menurut Graham Mott (1996 : 32) neraca merupakan suatu gambaran keuangan perusahaan pada satu saat, biasanya pada hari terakhir bulan atau tahun. Satu sisi neraca menunjukkan nilai semua aktiva yang dimiliki perusahaan, dan sisi yang lain menunjukkan sumber-sumber dana untuk memperoleh aktiva tersebut. Amin Widjaja Tunggal (1997 : 17) dalam bukunya “Akuntansi Untuk Perusahaan Kecil dan Menengah” menyatakan Neraca sebagai suatu gambaran posisi keuangan suatu badan usaha pada saat tertentu yang lazimnya disajikan dalam bentuk, aktiva, hutang dan modal. Menurut definisi akuntansi neraca dalam keadaan “seimbang” karena adanya sifat :


Posisi keuangan disusun berdasarkan saldo perkiraan buku besar sebagai hasil atas berlangsungnya transaksi-transaksi yang berkaitan dengan kegiatan usaha sepanjang masa tertentu yang diolah sedemikian rupa, sehingga pengolahan data transaksi kegiatan usaha tersebut tidak saja dicatat secara historis, tetapi juga harus memenuhi prinsip-prinsip akuntansi.
Secara umum neraca terdiri atas aktiva atau kekayaan (assets), kewajiban-kewajiban (liabilities) dan modal (capital) yang menerangkan posisi keuangan suatu usaha sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi. Adapun pembagian pos-pos dalam neraca sebagai berikut :
a. Aktiva
Aktiva adalah saldo debet (debit balances) yang berisi segala sesuatu yang dimiliki oleh perusahaan (Gill dan Chatton, 2003 : 4). Aktiva terbagi menjadi dua, yaitu :
1) Aktiva lancar, yaitu segala assets atau aktiva yang dapat diubah menjadi uang tunai (kas) selama setahun.
2) Aktiva tetap, yaitu sering disebut aktiva jangka panjang, berupa barang-permanen, seperti bangunan dan peralatan utama.
b. Kewajiban
Kewajiban (liabilities) adalah segala sesuatu yang harus dibayarkan kepada kreditur, kewajiban merupakan hutang perusahaan kepada pihak lain. Kewajiban terbagi menjadi dua, yaitu (Gill dan Chatton, 2003 : 10) :
1) Kewajiban lancar atau kewajiban jangka pendek, yaitu : jumlah seluruh uang yang dipinjam oleh perusahaan yang harus dikembalikan (jatuh tempo) dalam waktu setahun.
2) Kewajiban jangka panjang, yaitu segala kewajiban seperti hipotek, surat obligasi, pinjaman bersyarat, dan sebagainya dan dilunasi dalam waktu lebih dari setahun sejak tanggal pinjaman.
c. Modal
Modal adalah hak pemilik atas kekayaan perusahaan dan merupakan sisa dari jumlah kekayaan setelah dikurangi kewajiban-kewajiban (Amin Widjadja Tunggal, 1997 : 20) :



2. Laporan Laba (Rugi)
Laba adalah sejumlah nominal yang menunjukkan perkembangan kegiatan usaha suatu perusahaan. Laporan laba (Rugi) memiliki peranan penting di sini, yaitu sebagai alat ukur efisiensi manajemen perusahaan dan kelangsungan hidup perusahaan di masa yang akan datang. SFAS No 1 mengatakan bahwa fokus utama dari pelaporan keuangan adalah informasi kinerja perusahaan yang ditunjukkan dari informasi laba dan komponennya dan tujuan utamanya memberikan informasi yang berguna bagi mereka yang paling berkepentingan stakeholder dalam laporan keuangan (Hendriksen dan Van Breda, 2000 : 309) dalam Rahadi Ari Baskoro (2007 : 30). Perhitungan laba (rugi) mengukur arus dari pendapatan dan beban (expenses) selama satu selang waktu, yang biasanya satu tahun. Persamaan perhitungan laba (rugi) dasar adalah (Weston dan Copeland, 1995 : 29). Bentuk persamaan dasarnya:


Laporan rugi/laba adalah laporan yang memuat ikhtisar dari pendapatan dan biaya-biaya dari suatu kesatuan usaha untuk suatu periode tertentu. Laporan laba/rugi digunakan pada perusahaan untuk mengukur kinerja perusahaan dalam periode tertentu dan meramal kondisi perusahaan yang akan datang, oleh karena itu arti laba menjadi sangat penting di dalam laporan keuangan (Amin Widjadja Tunggal, 1997 : 21).
Menurut Graham Mott (1996 : 18) terdapat tiga jenis laporan rugi laba, yaitu sebagai berikut :
a. Laporan (rugi) laba (profit and loss account), bentuk yang digunakan oleh semua Perseroan Terbatas dan perusahaan-perusahaan dagang lain yang motif labanya nyata.
b. Laporan pendapatan revenue account, dipakai oleh pemerintah daerah (local authority) dan beberapa lembaga kemasyarakatan.
c. Laporan pendapatan dan pengeluaran (income and expenditure account) digunakan oleh yayasan yang motif labanya bukan merupakan tujuan utama organisasi. Sebagai contoh, yayasan amal atau yayasan sosial, laporan ini sama persis seperti laporan (rugi) laba kecuali pajak dan dividen tidak relevan untuk organisasi ini.
Ketiga laporan tersebut membandingkan pendapatan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dan secara luas mengikuti prinsip-prinsip akuntansi yang sama, perbedaanya terdapat pada sumber pendapatannya dan penilaian surplus dan defisit terhadap ketiga jenis laporan (rugi) laba tersebut.
Dari beberapa pengertian di atas disimpulkan bahwa laporan laba (rugi) mengukur kinerja keuangan perusahaan selama satu periode tertentu dengan membandingkan penjualan yang dihasilkan dengan pengeluaran biaya yang terjadi pada selama satu periode dan menunjukkan apakah laba perusahaan mengalami surplus atau defisit yang merupakan kinerja keuangan perusahaan tersebut.
3. Laporan Arus Kas
Arus Kas adalah kas yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dan digunakan untuk membayar kepada kreditur dan pemegang saham (Ross dan Westerfield dalam Ahmad Hanin Fatah, 2002 : 19). Laporan arus kas adalah alat perencanaan yang akan membantu kita pada masa yang akan datang, menentukan kapan uang tunai diperlukan untuk membayar tagihan-tagihan, membantu manajer membuat keputusan usaha dan membantu kita dalam mengatur segala sesuatu aktivitas kas sebelum kas benar diperlukan. (Gill dan Chatton, 2003 : 22).

C. Rasio Keuangan
Rasio keuangan adalah alat utama untuk menganalisis keuangan, rasio dapat menstandardisasi informasi keuangan yang dapat dipakai sebagai alat pembanding antarperusahaan dengan ukuran yang berbeda (Keown dkk., 2001: 108). Rasio merupakan alat yang penting untuk mengukur perkembangan suatu usaha dan untuk membandingkan suatu usaha dengan para pesaingnya (Gill dan Chatton, 2003 : 28).
1. Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas adalah rasio yang mengukur efektivitas manajemen berdasarkan hasil pengembalian yang dihasilkan dari penjualan dan investasi (Weston dan Copeland, 1995 : 237).


a. Laba Bersih terhadap Penjualan (Net Income/Sales)
Rasio ini biasanya disebut sebagai “marjin laba” atas penjualan (profit margin on sales) (Weston dan Copeland, 1995 : 241), rasio ini menunjukkan sebaik apakah pengelolaan biaya operasi, apakah perusahaan telah menghasilkan banyak penjualan untuk menutup biaya tetap dan masih menyisakan laba yang layak (Gill dan chatton, 2003 : 48). Rumus :


Laba Bersih terhadap Total Aktiva (Net Income/Total Assets)]
Rasio ini biasanya disebut hasil pengembalian atas aktiva. Rasio ini mengukur efektivitas pemakaian total sumber daya oleh perusahaan (Weston dan Copeland, 1995 : 240). Rumus :


2. Rasio Likuiditas (Current Assets/Current Liabilities)
Rasio ini disebut sebagai liquidity ratio digunakan untuk mengukur jumlah uang yang tersedia untuk membayar kewajiban-kewajiban jangka pendek (Gill dan Chatton, 2003 : 36) dan (Keown dkk., 2001 : 92). Rasio ini juga disebut current ratio dengan rumus :



3. Rasio Efisiensi Operasi (Sales/Total Asset)
Rasio ini digunakan untuk mengukur dan membantu mengendalikan operasi perusahaan (Gill dan Chatton, 2003 : 36). Rasio ini disebut juga rasio perputaran aktiva yang mencerminkan efisiensi manajemen investasi dalam setiap pos aktiva (Weston dan Copeland, 1995 : 249) Rumus :



4. Financial Leverage (Total Liabilities/Total Assets)
Rasio leverage mengukur tingkat sejauh mana aktiva perusahaan telah dibiayai oleh penggunaan hutang (Weston dan Copeland, 1995 : 238). Disebut juga rasio utang atau debt ratio (Keown dkk., 2001 : 98) dapat dihitung dengan cara berikut :



D. Analisis Rasio Keuangan
Sebagian besar tujuan umum dari analisis rasio keuangan keuangan adalah untuk menempatkan rasio tersebut sebagai petunjuk ataupun untuk menganalisis pengukuran kinerja perusahaan. Dengan adanya rasio keuangan perusahaan yang memiliki potensi financial distress sebagai awal dari kebangkrutan dapat diprediksi dengan mengamati buruknya rasio keuangan dari tahun ke tahun. Dengan demikian maka pemanfaatan rasio keuangan menjadi lebih luas, tidak hanya sekedar untuk menilai kesehatan perusahaan, tetapi juga untuk memperkirakan kemungkinan atas kebangkrutan dengan diawali oleh kondisis financial distress suatu perusahaan.
Analisis rasio keuangan juga merupakan salah satu alat yang digunakan dalam melakukan suatu penilaian terhadap kinerja perusahaan. Menurut Mohammad Muslich (2000 : 61), bahwa analisis perusahaan dengan menggunakan rasio keuangan memungkinkan bagi para pengguna untuk mengevaluasi kondisi keuangan perusahaan dengan cepat. Dengan menggunakan rasio keuangan juga memungkinkan untuk melihat perbandingan jalannya perusahaan dari waktu ke waktu serta mengidentifikasi perkembangannya.
Analisis rasio keuangan adalah cara analisis dengan menggunakan perhitungan-perhitungan rasio atas kuantitas yang disajikan dalam neraca maupun laba (rugi) (Amin Widjadja Tunggal, 1997 : 138).

E. Financial Distress
1. Pengertian Financial Distress
Menurut Ross dan Westerfield (1996 : 808) financial distress adalah suatu di mana cash flow operasi perusahaan tidak mampu menutupi atau mencukupi kewajiban saat ini, financial distress dapat membawa suatu perusahaan mengalami kegagalan (corporate failure) pada kontraknya yang akhirnya dapat dilakukan restrukturisasi financial antara perusahaan, kreditur-kreditur dan investor-investor. Lebih lanjut pengertian financial distress atau default menurut Fracisco & Luiz Rivera Baltiz (1994) : A loan is in default when the borrower does not make the payments specified in the loan contract. Defaulting borrowers frequently repay their loans in full, but with a delay, pinjaman dikatakan default ketika si peminjam tidak membayar pinajamannya pada saat jatuh tempo karena tidak selalu membayar penuh dan selalu menunda pembayarannya. Martin dkk (1995 :376) dalam Sandy Teguh Ariansyah (2006 :22) mendefinisikan financial distress atau bankruptcy kebangrutan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba dan juga sebagai likuidasi perusahaan (penutupan perusahaan insolvabilitas).
Maka dapat disimpulkan financial distress adalah keadaan perusahaan dimana memiliki potensi untuk mengalami kebangkrutan karena perusahaan tidak mampu membayar kewajiban-kewajibannya dan menghasilkan laba yang kecil yang memberikan dampak pada perubahan modal sehingga perlu restrukturisasi pada perusahaan yang bersangkutan.
Pengertian corporate failure (kepailitan) di Indonesia mengacu pada Peraturan Pemerintah pengganti UU No.1 tahun 1998 tentang Perubahan Atas UU Kepailitan (Muliaman D. Haddad dkk, 2003 : 10-11) yang menyebutkan:
a. Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan tidak dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang, baik atas permohonannya sendiri, maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya.
b. Permohonan sebagaimana disebut dalam butir di atas, dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum.
c. Selain istilah kepailitan dalam dunia bisnis dikenal pula istilah delisting. Peraturan Pencatatan Bursa Efek Jakarta No.1B tahun 2000 dan 2001 menyebutkan peraturan delisting sebagai berikut (Muliaman D. Haddad dkk, 2003 : 11-12) :
1) Delisting dapat dilakukan baik atas permohonan emiten maupun diputuskan bursa. Terlebih dahulu wajib mendengarkan pendapat dari komite pencatatan efek.
2) Delisting atas permohonan emiten hanya dapat dilaksanakan apabila hal tersebut telah diputuskan oleh RUPS dan emiten yang bersangkutan telah melakukan seluruh kewajibannya kepada bursa.
3) Delisting atas permohonan emiten diajukan 2 (dua) bulan sebelum sebelum tanggal delisting diberlakukan dengan mengemukakan alasannya serta melampirkan berita acara RUPS sebagaimana dimaksud pada angka 2 (dua) di atas.
4) Dalam hal permohonan delisting dipenuhi, bursa wajib mengumumkan rencana delisting tersebut sekurang-kurangnya 30 hari sebelum tanggal delisting diberlakukan.
5) Emiten yang efeknya tercatat di bursa yang mengalami salah satu kondisi tersebut di bawah ini, dipertimbangkan untuk dikenakan delisting :
a) Selama 3 tahun berturut-turut menderita rugi, atau terdapat saldo rugi sebesar 50% atau lebih dari modal disetor dalam neraca perusahaan pada tahun terakhir.
b) Selama 3 tahun berturut-turut tidak membayar deviden tunai (untuk saham). Melakukan tiga kali cedera janji (untuk obligasi).
c) Jumlah modal sendiri kurang dari Rp3.000.000.000,- (tiga miliar rupiah).
d) Jumlah pemegang saham kurang dari 100 pemodal (orang/badan) selama 3 (tiga) bulan berturut-turut berdasarkan laporan bulanan emiten/Biro Administrasi Efek.
e) Selama 6 bulan berturut-turut tidak terjadi transaksi.
f) Laporan keuangan disusun tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum dan ketentuan yang ditetapkan oleh BAPEPAM.
g) Melanggar ketentuan bursa pada khususnya dan ketentuan pasar modal pada umumnya.
h) Melakukan tindakan-tindakan yang melanggar kepentingan umum berdasarkan keputusan instansi yang berwenang.
i) Emiten dilikuidasi baik karena merger, penggabungan, bangkrut, dibubarkan (reksadana) atau alasan lainnya.
j) Emiten dinyatakan pailit oleh pengadilan.
k) Emiten menghadapi gugatan/perkara/peristiwa yang secara material mempengaruhi kondisi dan kelangsungan hidup perusahaan.
l) Khusus untuk emiten reksadana, nilai kekayaan bersih (nilai asset value) turun menjadi kurang dari 50% dari nilai perdana yang disebabkan oleh kerugian operasi.
Tirapat dan Nittayagasetwat (1999) menyatakan bahwa perusahaan dikatakan mengalami financial distress jika perusahaan tersebut dihentikan operasinya atas wewenang pemerintah dan perusahaan tersebut dipersyaratkan melakukan perencanaan restrukturisasi, Wilkins (1997) menyatakan bahwa perusahaan dikatakan mengalami financial distress jika perusahaan tersebut mengalami pelanggaran teknis dalam hutang dan diprediksikan perusahaan tersebut mengalami kebangkrutan pada periode yang akan datang dalam Luciana Spica Almilia (2006 : 3).
2. Prediksi Keadaan Perusahaan Berpotensi Financial Distress
Lau (1987) dan Hill dkk. (1996) mendefinisikan financial distress terjadi dalam suatu perusahaan jika terdapat pemberhentian tenaga kerja atau menghilangkan pembayaran dividen, Asquith dkk. (1994) menggunakan interest coverage ratio untuk mendefinisikan financial distress, Hofer (1980) dan Whitaker (1999) mendefinisikan financial distress jika beberapa tahun mengalami laba bersih operasi negatif (net operating income) negatif, lebih lanjut John dkk. (1992) mendefinisikan financial distress sebagai perubahan harga ekuitas dalam Almilia dan Kristijadi (2003 : 7).
Menurut Foster (1986) dalam Almilia dan Kristijadi (2003 : 6) terdapat beberapa indikator atau sumber informasi mengenai kesulitan keuangan :
a. Analisis arus kas untuk periode sekarang dan yang akan datang.
b. Analisis strategi perusahaan yang mempertimbangkan pesaing potensial, struktur biaya relatif, perluasan rencana dalam industri, kemampuan perusahaan untuk meneruskan kenaikan biaya, kualitas manajemen dan lain sebagainya.
c. Analisis laporan keuangan dari perusahaan serta perbandingannya dengan perusahaan lain. Analisis ini dapat berfokus pada suatu variable keuangan tunggal atau suatu kombinasi dari variable keuangan.
d. Variable eksternal seperti return sekuritas dan penilaian obligasi.

F. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan Almilia dan Kristijadi (2003) mengenai analisis rasio keuangan untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta dengan menggunakan 24 perusahaan sampel yang dikategorikan mengalami financial distress dan 37 yang tidak mengalami financial distress, metode yang digunakan adalah metode analisis statistik regresi logistik dan membentuk 12 kali persamaan regresi logit untuk mengkombinasikan setiap rasio keuangan yang terdiri dari 19 rasio-rasio keuangan masing-masing rasio mewakili rasio profit margin, likuiditas, efisiensi operasi, profitabilitas, financial leverage, posisi kas dan pertumbuhan. Hasil dari penelitian ini adalah rasio NI/S, CL/TA, CA/CL dan growth NI/TA merupakan variabel yang signifikan untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan. Variabel NI/S signifikan pada tingkat 5% dan berpengaruh negatif pada financial distress suatu perusahaan, CL/TA signifikan pada tingkat 10% dan berpengaruh negatif pada financial distress suatu perusahaan, CA/CL signifikan pada tingkat 5% dan berpengaruh negatif pada financial distress suatu perusahaan sedangkan variabel growth NI/TA signifikan pada tingkat 5% dan berpengaruh secara positif pada financial distress suatu perusahaan.
Penelitian yang dilakukan Luciana Spica Almilia dan Winny Herdiningtyas (2005) terhadap prediksi kondisi perbankan yang bermasalah dan yang tidak bermasalah. Penelitian ini menggunakan rasio keuangan CAMEL (Capital, Asset, Management, Equity, Liabilities) untuk memprediksi kondisi kondisi perbankan yang bermasalah dan yang tidak bermasalah dengan menggunakan regresi logistik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio keuangan CAMEL memiliki daya klasifikasi keseluruhan 93,1% selain itu penelitian ini juga menunjukkan bahwa rasio CAR, APB, NPL, PPAPAP, ROA, NIM dan BOPO berbeda signifikan secara statistik antara kondisi bank bermasalah dan bank yang tidak bermasalah dan hanya variabel CAR dan BOPO yang signifikan untuk memprediksi kondisi bank yang bermasalah dan tidak bermasalah.
Penelitian dilakukan kembali oleh Luciana Spica Almilia (2006) mengenai prediksi kondisi financial distress perusahaan dengan menggunakan multinomial logit, dalam penelitian ini financial distress diproksikan menjadi 2 bagian atas dasar laba bersih negative 2 tahun berturut-turut (2000-2001) dan nilai buku ekuitas negative 2 tahun berturut-turut (2000-2001) sample perusahaan sebanyak 43 perusahaan, variable independen dalam penelitian ini sebanyak 20 rasio keuangan sepeti penelitian sebelumnya dan menambah rasio-rasio aktivitas yang berasal dari laporan arus kas sebanyak 13 rasio keuangan, hasil penelitian menunjukkan bahwa pada model logit pertama yaitu model yang memasukkan rasio keuangan yang berasal dari laba rugi dan neraca menunjukkan bahwa rasio TL/TA dapat digunakan untuk memprediksi financial distress perusahaan. Daya klasifikasi total model ini sebesar 79.0%. Pada model logit kedua memasukkan rasio keuangan yang berasal dari laporan arus kas menunjukkan bahwa rasio CFFOTA dan CFFOCL dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan. Daya klasifikasi model ini adalah sebesar 58.0%. Pada model logit ketiga yaitu model yang memasukkan rasio keuangan yang berasal dari laporan laba rugi, neraca dan laporan arus kas menunjukkan bahwa rasio CA/TA, TL/TA, NFA/TA, CFFOCL, CFFOTS dan CFFOTL dapat digunakan untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan. Daya klasifikasi total model ini adalah 79.6%. Selain itu hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rasio keuangan antara perusahaan yang mengalami financial distress baik karena laba bersih negatif 2 tahun berturut-turut ataupun perusahaan yang laba dan nilai buku ekuitas negatif selama 2 tahun berturut-turut dengan perusahaan yang tidak mengalami financial distress dengan menggunakan pengujian MANOVA (Multivariate Analysis of Variance).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar